Liputanmetrosumut.com || Pematang Siantar – Masalah lahan eks-PTPN III (kini PTPN IV) di Kelurahan Gurilla, Pematangsiantar, hingga kini belum menemui titik terang. (Keterangan Foto: Adv. Riris Butarbutar, S.H., bersama warga penggugat setelah sidang ke-2 di PN Pematangsiantar).
Hingga hari ini, Selasa (22/7/2025) masyarakat yang tergabung dalam kelompok Jonar Sihombing dkk, melalui kuasa hukumnya Riris Butarbutar, S.H., menegaskan belum pernah menerima ganti rugi atas tanaman dan bangunan yang sudah mereka dirikan dan rawat di atas lahan yang telah dikuasai selama lebih dari 21 tahun.
Ketua Forum Tani Sejahtera Indonesia (FUTASI), Jonar Sihombing, bersama warga lainnya, terus memperjuangkan hak mereka melalui jalur hukum.
Gugatan perbuatan melawan hukum atas penelantaran tanah telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri Pematangsiantar dengan perkara No. 70/Pdt.G/2025/PN Pms. Para Penggugat didampingi Kantor Hukum Mustika Keadilan & Rekan Cabang Pematangsiantar (MK&RCPS) yang beralamat di Jalan Mujahir No. 15, Pematangsiantar.
Pada Senin, 21 Juli 2025, merupakan agenda sidang kedua perkara ini.
Namun, sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Sayed Tarmizi, S.H., M.H., bersama Hakim Anggota Nasfi Firdaus, S.H., M.H., dan Rinding Sambara, S.H., kembali ditunda hingga minggu depan.
Penundaan terjadi setelah pada sidang perdana, 7 Juli 2025, tiga pihak tergugat yakni Tergugat II (Kepala Kantor Regional I PTPN IV, Medan), Tergugat III (Kepala Afdeling IV PTPN IV, Gurilla), dan Turut Tergugat (Kementerian BUMN, Jakarta) juga tidak hadir.
Kuasa hukum warga, Riris Butarbutar, S.H., menyebut lahan yang disengketakan telah dikuasai masyarakat Gurilla sejak 31 Desember 2004, saat PTPN III menelantarkannya.
“Masyarakat sudah mengusahai tanah ini secara fisik lebih dari 21 tahun. Tanah yang diterlantarkan PTPN III sudah berubah menjadi permukiman lengkap dengan rumah, gereja, masjid, TPU, jaringan PLN, bahkan sawah dan kebun. Kenapa HGU PTPN dibiarkan terlantar begitu lama? Bahkan BPN kami nilai keliru karena memperpanjang HGU yang jelas-jelas tak sesuai peruntukan,” tegas Riris.
Ia juga menyesalkan sikap Pemko Pematangsiantar yang tidak hadir membela warga di persidangan, meskipun pemerintah setempat sudah memasang jaringan air bersih bagi warga Gurilla.
Riris mengungkap, pada 2023 sempat ada kesepakatan damai antara warga dengan pihak PTPN, yang diduga diwakili oknum karyawan, berupa tawaran ganti rugi (suguh asih) untuk bangunan dan tanaman warga.
Namun hingga kini, pembayaran tak kunjung terealisasi.
Lebih jauh, pihaknya juga menemukan indikasi bahwa biaya okupasi yang diduga sudah dikeluarkan PTPN IV ternyata tidak tepat sasaran.
“Kami dengar biaya okupasi dari PTPN memang ada, tapi pembagiannya diduga ‘bermain’ (tanda kutip) dan tebang pilih, bahkan salah sasaran. Warga yang benar-benar menguasai lahan sejak awal justru tidak kebagian. Ini jelas merugikan masyarakat kami yang sudah menjaga lahan ini lebih dari dua dekade,” jelas Riris.
Dalam gugatannya, warga Gurilla menggugat enam pihak:
1. Direktur Utama PTPN IV (sebelumnya PTPN III) di Jakarta.
2. Kepala Regional I PTPN IV di Medan.
3. Kepala AFD IV KBANG PTPN IV di Gurilla, Pematangsiantar.
4. Kepala Kantor BPN Pematangsiantar.
5. Pejabat Pembuat Komitmen Pengadaan Tanah Jalan Tol Tebing Tinggi-Parapat-Sibolga.
6. Turut Tergugat: Kementerian BUMN.
Warga juga menyebut sejak pembangunan jalan tol pada 2022, mereka semakin dirugikan karena lahan mereka ikut terdampak tanpa ganti rugi yang jelas.
Masyarakat Gurilla berharap sidang berikutnya berjalan lancar, seluruh pihak tergugat hadir, dan penyelesaian dilakukan secara adil.
“Kami hanya menuntut hak kami yang sudah kami perjuangkan puluhan tahun. Semoga pengadilan memberi putusan seadil-adilnya,” pungkas salah seorang warga.
Sidang lanjutan dijadwalkan kembali minggu depan di Pengadilan Negeri Pematangsiantar.
(Red)
www.liputanmetrosumut.com